Minggu, 19 Oktober 2008

KATSUOBUSHI,SEJARAH,MAMFAAT DAN CARA PEMBUATANNYA


Katsuobushi
Katsuobushi adalah makanan awetan berbahan baku ikan cakalang (鰹, カツオ, katsuo?) yang dikenal juga sebagai ikan bonito (Katsuwonus pelamis). Katsuobushi diserut menjadi seperti serutan kayu untuk diambil kaldunya yang merupakan bahan dasar masakan Jepang, ditaburkan di atas makanan sebagai penyedap rasa, atau dimakan begitu saja sebagai teman makan nasi.
Katsuobushi yang sudah diserut tipis, berwarna coklat muda hingga merah jambu sedikit bening umumnya dijual dalam kemasan plastik. Katsuobushi sebagai penyedap makanan biasanya ditaburkan di atas tahu dingin (Hiyayako), Okonomiyaki dan Takoyaki. Katsuobushi yang sudah diserut sering disebut Kezuribushi.
Pengawetan ikan cakalang menjadi Katsuobushi umum dilakukan di beberapa negara seperti Jepang dan kepulauan Maladewa. Katsuobushi disebut juga sebagai ikan kayu karena ikan cakalang yang sudah diolah menjadi sangat keras seperti kayu, sehingga sebelum digunakan harus diserut dengan alat ketam.
Ikan dibelah menjadi 2 bagian untuk membuang bagian tulang, menyisakan bagian daging ikan berbentuk lengkungan seperti kapal yang disebut fushi (節, fushi?). Daging ikan kemudian diproses sehingga produk akhirnya disebut Katsuobushi.
Pemrosesan terdiri dari berbagai tahap, sebutan untuk ikan cakalang yang hanya direbus dan dikeringkan adalah Namaribushi. Tahap selanjutnya adalah memproses Namaribushi dengan cara pengasapan atau pengapangan untuk menumbuhkan berjenis-jenis kapang di atas permukaannya. Produk akhir yang sering digunakan dalam masakan Jepang adalah Katsuobushi yang mengalami pengapangan dan Namaribushi.
Teknik pengawetan ikan menjadi Katsuobushi sudah dikenal di Jepang sejak sebelum zaman Edo.
Katsuobushi kaya dengan vitamin B kompleks dan banyak mengandung Inosine dan unsur umami sehingga selalu digunakan di Jepang sebagai bumbu dapur atau penyedap. Dalam istilah orang Jepang, umami adalah rasa "lezat" yang merupakan rasa tambahan dari empat rasa utama yang umum: manis, asam, asin, dan pahit.
Katsuobushi hasil pengapangan disebut Karebushi yang mengandung lebih banyak unsur umami dan vitamin B dibandingkan Katsuobushi biasa.


Sejarah
Ikan cakalang adalah ikan yang sudah dikonsumsi orang Jepang sejak zaman kuno. Dari beberapa situs penggalian seperti di Hachinohe (prefektur Aomori) berhasil ditemukan sisa-sisa ikan cakalang bekas dimakan orang zaman Jomon. Walaupun ada kemungkinan teknik pengeringan ikan cakalang sudah dikuasai orang Jepang sejak abad ke-5, hasil akhirnya mungkin sangat berbeda dengan Katsuobushi yang dikenal sekarang. Berdasarkan catatan zaman kuno juga diketahui teknik pengolahan ikan cakalang yang sesudah jadi lebih mirip ikan kering.
Menurut buku hukum Fuyakuryō dan undang-undang Taihō ritsury terbitan tahun 701 zaman Asuka, ikan cakalang kering ditetapkan sebagai upeti atau barang persembahan, bersama-sama dengan ikan cakalang, ikan cakalang masak nimono, dan air kaldu ikan cakalang. Pada zaman dulu, ikan cakalang adalah upeti yang dikirimkan dari daerah-daerah seperti Izu, Suruga, Shima, Sagami, Awa, Kii, Awa, Tosa, Bun-go, dan Himuka.
Pengolahan ikan cakalang dari zaman Muromachi mempunyai hasil akhir yang mirip dengan Katsuobushi yang dikenal sekarang. Hana katsuo disebut-sebut dalam buku masak terkenal dari zaman Muromachi yang berjudul Shijōryū hōchōsho. Kemungkinan besar Hanakatsuo yang disebut dalam buku masak zaman Muromachi adalah produk awetan ikan cakalang yang sangat keras, sehingga harus diserut tipis dengan alat ketam dan bukan cuma berupa ikan cakalang kering.
Teknik pengasapan baru dikenal di zaman Edo. Kabarnya teknik menghilangkan air dari dalam daging ikan dengan cara pengasapan mulai dilakukan oleh orang dari wilayah Kishu (Kumano) yang bernama Jintarō. Kabibushi (かび節, Kabibushi?) adalah jenis Katsuobushi yang dimatangkan dengan cara pengapangan. Teknik pembuatan Kabibushi yang kemudian meluas ke seluruh Jepang kabarnya diciptakan oleh Tosano Yoichi yang juga berasal dari wilayah Kishu. Pada zaman dulu, pengolahan ikan cakalang di Jepang berpusat di daerah-daerah pantai Samudra Pasifik seperti Satsuma, Tosa, Awa, Kii, Shima, Ise, dan Izu.
Di zaman Edo peringkat kualitas Katsuobushi dibuat seperti peringkat atlet Sumo. Kualitas atas yang disebut kelas Gyoji ditempati Asobushi dari Ise, Namikiribushi dari Shima, sedangkan Shimizubushi dari Shizuoka dan Yakushimabushi dari Satsuma menempati peringkat nomor dua atau kelas Ozeki. Masakan berkelas khas Kyoto yang disebut Kyōryōri banyak menggunakan Katsuobushi kelas Gyōji, sedangkan Namikiribushi dan Karebushi banyak dipakai dalam masakan Chagaisekiryōri yang dihidangkan di kuil agama Buddha atau kuil Shintō yang ada di Kyoto. Kemajuan transportasi laut pada zaman Edo juga memungkinkan Katsuobushi yang berasal dari pulau Kyushu dan pulau Shikoku bisa diangkut sampai ke Edo.
Sesudah zaman Meiji, pengolahan ikan cakalang juga dilakukan di pulau Uotsuri yang terletak di kepulauan Senkaku, dan di pulau-pulau di sebelah selatan Samudra Pasifik yang ditetapkan Liga Bangsa-Bangsa sebagai wilayah mandat Jepang. Pengolahan ikan cakalang dari kepulauan Samudra Pasifik ini berkembang dengan pesat karena harga-harga lokal yang murah, tapi kemudian industri ini tamat akibat pecahnya Perang Dunia II.


Manfaat
Katsuobushi adalah bahan dasar kaldu yang disebut dashi dan merupakan bumbu dapur masakan Jepang yang paling utama. Dalam bahasa Jepang, sanmai oroshi (三枚おろし, tiga potong, belah?) adalah cara membelah ikan menjadi 3 bagian, yang terdiri dari 2 bagian daging dan 1 bagian tulang yang tidak digunakan.
Jenis-jenis Katsuobushi menurut bagian ikan hasil sanmai oroshi:
Kamebushi (dua bagian daging utuh)
Honbushi (daging bagian punggung dan perut saja)
Osubushi atau Senakabushi (bagian punggung dari Honbushi saja)
Mesubushi (daging bagian perut)
Pada zaman dulu, Katsuobushi hanya diserut seperlunya sebelum digunakan untuk memasak, sehingga alat ketam merupakan peralatan dapur yang harus dimiliki oleh semua rumah tangga di Jepang. Alat ketam untuk menyerut Katsuobushi mirip dengan alat ketam yang digunakan tukang kayu, hanya saja letak mata pisau berada di atas dan bukan di bawah. Di bawah alat ketam juga terdapat kotak kecil menyerupai laci yang bisa dibuka dan ditutup untuk mengumpulkan hasil serutan. Nama resmi untuk alat ketam Katsuobushi adalah Ogura shiki katsuobushi kezurik alat serut katsuobushi cara Ogura) yang diciptakan oleh warga Tokyo yang bernama Ogura.
Pada zaman sekarang, Katsuobushi dijual dalam keadaan sudah diserut atau berbentuk seperti keripik yang dikemas dalam kemasan kedap udara berisi nitrogen. Katsuobushi yang dijual dalam bentuk sudah diserut tidak berbau seharum aroma katsuobushi yang baru diserut, sehingga restoran tradisional Jepang (ryotei) lebih memilih untuk menyerut sendiri.
Katsuobushi juga digunakan pada masakan Jepang yang dibuat dengan cara nimono (merebus dengan kecap asin dan mirin), dimakan begitu saja dengan sedikit kecap asin (o-kaka), atau digunakan sebagai isi Onigiri. Katsuobushi yang umum digunakan pada masakan adalah Hanakatsuo yang merupakan serutan Arakezuri, sedangkan restoran tradisional Jepang (ryotei) lebih memilih menggunakan Karebushi yang harganya mahal tapi berkualitas tinggi dan jauh lebih enak.


Cara pembuatan
1. Ikan cakalang dipotong, bagian kepala dibuang dan isi perut dikeluarkan
2. Ikan dibelah tiga menjadi 2 bagian daging dan 1 bagian tulang
3. Daging ikan dimasukkan ke dalam keranjang, direbus selama kira-kira 100 menit. Suhu rebusan sewaktu merebus harus benar-benar dijaga
4. Daging ikan diangkat, sisik ikan, lemak pada bagian perut dan tulang harus dibuang semuanya dan dibersihkan. Daging ikan yang diolah sampai tahap ini ada yang dijual sebagai produk akhir dan disebut Namaribushi. Dulunya Namaribushi merupakan makanan istimewa yang hanya bisa dinikmati di sentra-sentra industri ikan cakalang, tapi sekarang sudah banyak dijual oleh perusahaan yang menerima pesanan yang dikirim lewat paket pos.
5. Proses selanjutnya adalah mengeringkan daging ikan dengan proses pengasapan menggunakan kayu semacam pohon Oak. Daging ikan dibolak-balik seperlunya selama proses pengasapan. Daging ikan yang diolah sampai tahap ini disebut Arabushi yang setelah diserut dijual dengan nama Hanakatsuo.
6. Permukaan daging ikan dibersihkan, dibuang bagian yang kotor dan dikeringkan lagi dengan menjemurnya di bawah sinar matahari.
7. Daging ikan dimasukkan ke dalam ruangan tertutup untuk menjalani proses pengapangan secara alami dengan kapang jenis Aspergillus.
8. Kapang yang tumbuh di permukaan daging ikan dibuang
9. Proses nomor 7 dan nomor 8 terus diulang sampai daging ikan menjadi sangat kering dan keras seperti kayu sehingga kapang tidak bisa tumbuh lagi. Pada tahap ini, berat bersih produk akhir yang bernama Karebushi hanya tinggal seperlima dari berat bahan sebelum diproses. Karebushi berkualitas baik jika diadu satu sama lainnya akan mengeluarkan bunyi berdenting seperti kayu keras atau besi yang beradu. Pecahan Karebushi terlihat berwarna merah tua yang bening seperti batu Rubi
Cara pembuatan yang sama (biasanya sampai tahap Arabushi) juga sering dilakukan terhadap berjenis-jenis ikan lain.

1 komentar:

dagniaoakleaf mengatakan...

Caesars Palace - Dr. MD
Located next door to the 진주 출장샵 Bellagio Las Vegas casino's expansive Wynn 울산광역 출장샵 Esplanade, this luxury resort 서산 출장샵 is a true Las Vegas 김천 출장안마 experience from 전주 출장마사지 the